Surat untuk Jooha
![]() |
Original Kartu Berobat |
“Sampun selesai mbak”
“Lohh.. selesai nopo bu?"
“Ya sudah selesai pengobatannya mbak. Mbak Kholidah kan?”
“Nggih. Lalu setelah niki tindakan selanjutnya nopo bu? Terus Ini dahaknya untuk apa?”
“Ya itu nanti di lab lagi untuk lebih meyakinkan. Nanti hasilnya saya we a ya…”
“Lajeng niki mpun mboten minum obat bu?”
“Mboten. Kan sudah selesai. Ini kartunya sudah saya isi.”
Sebenarnya tidak hanya itu hal yang ingin saya tanyakan. Ada sekumpulan pertanyaan yang muncul begitu saja setelah menerima pernyataan yang begitu tiba-tiba dari bu Is. Bu Is, begitu biasanya saya menyapa, adalah tenaga kesehatan di salah satu Puskesmas yang selama enam bulan terakhir ini menemani proses pengobatan saya. Tidak banyak yang saya ketahui tentangnya. Tetapi keramahannya selalu berkesan bagi siapapun yang pernah bertemu dengannya. Apalagi untuk pasien seperti saya yang kedatangannya akan selalu dinanti setiap dua minggu sekali, terkadang juga seminggu sekali. Lohh.. sakit ya? Sakit apa? Baru tahu. Sejak kapan? Silahkan baca tulisan saya sebelumnya untuk yang masih terheran seperti itu. Intinya sekarang sudah selesai pengobatan seperti yang dikatakan oleh bu Is. Yang berarti juga sudah sehat. Sudah?? Sehat??
“akan selalu diupayakan.”
“Lah katanya sudah selesai pengobatan. Berarti sudah sehat kan?”
“ Siapa yang tahu…?”
Beberapa waktu lalu saat saya merasa sehat dan baik-baik saja malah harus dirawat di klinik dan rumah sakit untuk menerima tusukan jarum infus berkali-kali. Saat saya masih dapat menjalankan tanggungjawab dan beberapa aktivitas akhirnya dipaksa untuk melepaskannya begitu saja. katanya semua demi kebaikan saya. Toh jika tidak sehat semuanya juga akan sia-sia. Apa gunanya memiliki setumpuk materi jika sakit. Yang pada akhirnya semuanya akan ditukar lagi dengan sehat.
Makanya siapa yang tahu jika hari ini saya mendapatkan pernyataan selesai berobat. Sebenarnya pernyataan selesai berobat tidak begitu mengejutkan mengingat durasinya. Satu minggu, dua minggu, tambah dua minggu lagi, dua minggu lagi, dua minggu lagi,….. Begitu setiap kali saya menandai kalender hingga sekarang sudah berjalan enam bulan. Yang sebenarnya membuat saya terbengong adalah saat sudah tidak menerima obat lagi. Obat yang setiap hari saya minum yang dengannya harus patuh dan taat untuk dapat bertahan dan memerangi sakit ini. Mendadak sekali. Bukankah seharusnya diberi beberapa lagi untuk oleh-oleh. Setidaknya…
Jadi hari ini pertama kali saya lepas dari obat. Masih terus dipantau. Bagaimana rasanya. Bagaimana hasilnya. Bagaimana dampaknya. Dulu sekali, saat saya sering merasa lemah, mereka-mereka mengatakan bahwa saya itu kuat dan lebih kuat dari kelihatannya. Lalu dulu saat saya merasa sehat dan kuat, kata mereka sebenarnya saya lemah dan perlu perawatan. Kemudian sekarang saat saya masih berhati–hati dan mencoba untuk berpegangan erat, mereka malah sudah melepas sepenuhnya dan mengatakan bahwa you are ok. Begitulah.
![]() |
Source: WhatsApp Messenger |
Dan seketika saya juga telah mendapatkan ucapan selamat dari budhe yang selalu memberikan dukungannya selama ini. Dikatakannya bahwa saya harus selalu memiliki keyakinan untuk bisa sembuh dan untuk selalu bangga telah bertahan dan untuk bisa menyelesaikan ini karena tidak semua orang akan dihadapkan dan mampu menghadapinya. Dan dengan selesainya pengobatan ini pula, selembar surat telah saya sematkan agar “dia” yang menerimanya dapat memahami dan merenungkannya sepanjang waktu.
Jooha sayang,
Selamat atas selesainya pengobatanmu hari ini.
***
***
Salam
sayang dari dirimu yang lain,
Jooha
Komentar
Posting Komentar