Berlebaran (lebar dan bar)

edit gambar oleh penulis

Tidak masalah apa yang dikenakan, dihidangkan, dibagikan atau apa saja yang diperlihatkan saat lebaran. Karena sejatinya bukan itu yang utama. Sebaliknya akan menjadi masalah jika tidak ada kerelaan dalam menyambut lebaran yang penuh suka cita ini. Yaitu bagaimana lebaran tidak hanya sebatas baju baru, kue lebaran dan bagi-bagi tehaer. Tetapi kita benar-benar saling berlebaran, lebar, bar; melapangkan  hati dalam menyambut hari kemenangan.

Beberapa hari sebelum lebaran tiba, saya mendapatkan pengajaran yang amat berharga. Sederhana tetapi sangat mulia. Bukan sesuatu yang baru juga karena yang seperti ini saya rasa sudah sering didengar di mana-mana. Dan amat disayangkan jika hanya dijadikan sebuah kenangan karena memori manusia ada batasnya. Berikut ringkasannya:

“Pada momen ini mari kita saling memaafkan. Saya meminta maaf sekaligus saya sudah memaafkan segala kesalahan kalian semua. Semuanya sudah saya maafkan tanpa terkecuali karena kita semua pernah berbuat salah juga pernah disalahi. Tidak perlu memaksa datang ke rumah jika memang tidak bisa. Yang terpenting sudah saling memaafkan, saling merelakan dan melapangkan. Saya hanya minta kalian semua sehat, rukun bersama keluarga. Jika berkunjung ke rumah tidak perlu repot membawa bingkisan dan sebagainya. Berkunjung ya berkunjung saja tidak perlu memaksakan ini-itu. Saya pun tidak akan mendendam jika kalian datang dengan tangan kosong karena yang terpenting adalah silaturrahimnya. Sekali lagi meskipun saya sebagai orang tua bukan berarti saya minta diistimewakan dengan harus dikunjungi. Ingat….. saya sudah memaafkan bahkan ketika kita tidak dapat saling berjabat tangan.”

Kalimat itu keluar begitu saja dari beliau. Memang dari awal itu bukan pesan, bukan wejangan, bukan pula pengajaran. Tidak pernah berniat untuk mencatat atau membubuhkan underline pada kalimatnya. Ya hanya sekedar bincang-bincang sederhana saja. Tetapi yang sedikit dan sederhana itu mampu mengoyak bagian terkuat dari iman saya. Yang pada akhirnya mengabur mempertanyakan keberadaannya.

Banyak hal yang berputar di kepala setelah mendenganya. Ternyata ada hal genting yang perlu saya perbaiki pada lebaran tahun ini. Ringkasnya jangan cuma senang ketika diberi, harus berusaha untuk memberi. Jangan hanya minta untuk dimaafkan, tetapi juga harus mau melapangkan. Memang benar saya selalu berburu maaf kesana kemari saat lebaran. Ketika bertemu seseorang dan saling menjabat tangan, kerelaan itu selalu datang membawa kesejukan. Kita semua saling bersimpuh meminta ampunan untuk segala noda yang memenuhi hubungan persaudaraan. Lalu bagaimana dengan yang tidak dapat saya jabat tangannya? Bagaimana dosa sosial ini akan terhapuskan?  

Benar kata beliau bahwa kita semua pernah menyalahi dan disalahi. Jika hanya menunggu saat berjabat tangan saja maka dosa kita yang telah menumpuk itu tidak akan termaafkan. Sedangkan tidak semua orang berkesempatan untuk menjabat tangan saat lebaran tiba. Itu karena hubungan sosial manusia teramat luas untuk dibatasi hanya dengan hitungan hari. Dan lagi kita akan selalu bertemu dengan hubungan yang baru setiap saat.

Saya menyebutnya itu mulia. Kerendahan hati beliau menandakan derajat keimanannya. Dan yang seperti itu terkadang sulit diterima oleh kami para pemuda. Tetapi jika itu mampu menembus batas kesadaran saya, maka tidak ada alasan untuk tidak menirunya. Sekali lagi tidak hanya isi toples, lantai yang harum, aneka bingkisan atau kerelaan untuk berburu pengampunan. Hati yang lapang dalam menerima setiap jabatan (tangan) maupun yang belum dapat kita jabat harus disiapkan dalam menyambut lebar an yang penuh suka cita ini.

Mohon maaf lahir dan batin …………………………………… 

 

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

JTL-My Lecon lyric and translate

Sisi lain Daehan Minguk Manse

Perempuan adalah Makhluk yang dimuliakan ALLAH