Dua Sisi di Rumah Duka


Innalillahi wainna ilaihi rajiun. Sesungguhnya semuanya milik Allah dan semua akan kembali pada-Nya

Manusia diberi pilihan semasa hidupnya. Namun sebenarnya ia tak sepenuhnya berhak atas takdir jiwa-raganya. Karena semuanya milik Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Semua yang terjadi atas kehendakNya; atas izinNya. Banyak yang merencanakan kelahiran. Sebaliknya kematian menjadi hal yang ingin dijauhi oleh banyak orang. Namun jika Tuhan Yang Maha Kuasa sudah berkehendak, manusia tidak dapat menghentikannya. Yang beruntung masih dapat melambai kepada yang ditinggalkannya. Dan untuk yang tidak beruntung artinya Tuhan lebih merindukannya. Bahwasanya tidak akan dibiarkan perkara duniawi mengganggu pertemuan mesra antara Tuhan dengan hambaNya itu.

Kehilangan orang terkasih rasanya amat memilukan. Jika waktunya telah tiba, rintihan manusia yang menyayat hati pun tak akan berarti apa-apa. Kami kehilangan, kami menangis, kami berduka, kami sangat terkejut oleh kabar yang begitu mendadak. Sesaat yang lalu beliau masih bersama kami; makan, berjalan, duduk, bergurau bersama. Belum mereda kehangatan yang tercipta bersama beliau, tiba-tiba kabar duka datang kepada kita semua. Tidak ada tangan yang melambai, ucapan perpisahan apalagi pesan yang dititipkan. Semua terjadi begitu cepat. Sambil terisak kami merawat beliau untuk yang terakhir kalinya. Kami mengantar dan memberi penghormatan sebaik mungkin. Semoga Allah SWT memberikan tempat terbaik di sisiNya. Beristirahatlah dengan tenang bersama ayat al Qur’an yang selalu kau lantunkan. Guru kami, panutan kami; Ustadz Mustofa, S.S., M.Pd

Dalam kondisi pilu yang menyelimuti setiap orang pagi itu, ada hal yang memecah perhatian saya. Tidak bermaksud apa-apa, hanya memang begitu menarik di mata saya yang sedari awal berusaha bertahan agar tidak basah. Bahwasanya beberapa dari mereka ternyata tidak hanya datang untuk berbelasungkawa dan menyampaikan duka cita kepada keluarga. Secara khusus memang mereka datang untuk itu, tetapi secara tidak sengaja beberapa dari mereka dipertemukan dengan para kerabat atau kenalan yang lain. Situasi inilah yang menjadikan rumah duka mendadak seperti acara “temu kangen/reuni kecil-kecilan”. Dan itupun juga terjadi pada saya sendiri. Bertemu dengan beberapa kenalan yang memang  masing-masing memiliki hubungan baik dengan almarhum dan keluarga.

“Temu kangen” ini mungkin tidak akan begitu menggelitik jika dilakukan secara hening dan penuh keharuan. Ya bagaimana tidak menggelitik jika ada sekelompok orang yang datang ke rumah duka dengan saling berekspresi lucu di depan kamera yang digenggam oleh salah seorang dari mereka. Itupun dilakukan dengan beberapa kali gelak tawa. Mungkin niatnya baik untuk mengajak yang lainnya agar bergegas menyusul ke rumah duka. Atau untuk mengabarkan kondisi terkini dari rumah duka karena memang sekarang jamannya serba cepat. Informasi dapat dibagikan oleh siapa saja dan kapan saja. Tetapi jika hal itu dilakukan secara terbuka di tempat  yang masih diselimuti suara isak tangis; apalagi almarhum juga masih belum dikebumikan, menurut saya itu kurang pantas. Karena secara tidak langsung akan melukai keluarga dan orang-orang yang sedang berduka hari itu oleh aksi “pamer” kebahagiaan yang dilakukan.

Kesedihan oleh kehilangan yang kami rasakan tidak sebanding dengan duka yang dirasakan oleh keluarga. Mereka juga tidak pernah bermimpi hari itu akan duduk bersanding dengan raga tanpa jiwa beliau. Saya yakin duka keluarga almarhum adalah duka terpilu hari itu. Jangankan untuk sekedar ganti baju atau makan sesuap, nafas mereka pun berhembus tanpa arah. Kehilangan yang amat menyakitkan itu mampu menghentikan segalanya bagi mereka. Sudah cukup duka yang didapatkan dari kehilangan beliau. Jangan sampai apa yang kita lakukan, ucapkan dan niatkan malah menambah luka dan duka bagi keluarga. Karenanya saya memilih untuk berpenampilan secukupnya; tidak perlu terlalu menonjol dengan apa yang saya kenakan. Juga bertukar sapa seperlunya karena lantunan tahlil dan do’a adalah ucapan yang paling baik hari itu sebagai bentuk penghormatan terakhir kepada almarhum.

Jikalau ada yang datang karena ajakan; bukan karena kemauan sendiri, setidaknya tunjukkan rasa empati dengan ikut menunduk dan mengangkat tangan untuk membacakan amin. Atau jika terlalu bahagia karena berhasil “temu kangen” , setidaknya jangan mengumbar kebahagiaan berlebih di sana yang mana isak tangis masih terdengar di mana-mana. Mungkin bagi mereka itu merupakan hal biasa yang tidak akan berdampak apa-apa. Tetapi bagi sebagian orang termasuk saya, itu merupakan hal yang mencederai kepiluan kami. Benar setiap orang memiliki caranya sendiri untuk menyampaikan duka citanya. Tetapi apapun itu, semoga tidak mengurangi niat kita untuk berbelasungkawa. Karena saya yakin semua yang datang pagi itu pasti sangat kehilangan. Semuanya ingin mengantar beliau, ingin memberi penghormatan kepada beliau, ingin memberi penghiburan kepada keluarga yang ditinggalkan.

Allahumma ighfirlahu, warhamhu, wa’afihi, wa’fu’anhu….

Komentar

Postingan populer dari blog ini

JTL-My Lecon lyric and translate

TAMAT

Untuk Saling Mengingatkan Tanggung Jawab