Menyederhanakan 'Filsafat'
Sedikit tidak yakin dengan apa yang akan saya tulis. Cukup jelas karena ada istilah ‘filsafat’ pada bagian judulnya. Satu hal yang tidak pernah lebih menyenangkan dari menunggu kepastian, karena sudah pasti tidak ada. Mending menyelinap mencari tempat di pojok dan menyalakan komputer untuk menikmati kode-kode misteri yang coba dipecahkan oleh para detektif tentang suatu pembunuhan berantai atau melawan penguasa yang korup apalagi jika ditambahkan adegan laga yang pastinya selalu melibatkan pistol dan benda-benda tumpul yang di ayun-ayunkan. Biarpun menit dan detik sudah berkali-kali berdetak pastilah tidak akan cukup untuk memuaskan kerakusan nafsu. Dijamin pikiran akan kembali segar dan beban hidup ikut terbang bersama adegan mobil berkejaran. Mungkin juga sendi akan menjadi kaku karena posisi yang tidak pernah berubah selama ber jam jam. Atau sedikit memar karena meninju tembok untuk menunjukkan keikutsertaan pada alurnya.
Apakah filsafat sama indahnya dengan bunga sakura hingga beberapa mereka menjadi terpesona olehnya? Apakah filsafat memiliki akhir yang bahagia seperti sebuah drama? Apakah filsafat sama pentingnya dengan sembahyang? Apakah berdosa jika tidak berfilsafat? Mengapa harus berfilsafat? Mengapa setiap mahasiswa harus belajar filsafat? Mengapa harus berdiskusi tentangnya? Mengapa harus alam? Mengapa bertanya yang jawbannya sudah jelas? Mengapa harus serumit itu penjelasannya?Bagaimana jika berhenti saja membahas omong kosong itu? Bagaimana jika filsafat dihapus saja dari kurikulum? Bagaimana jika saya sangat membencinya?
Filsafat itu tentang berpikir. Filsafat itu tentang bertanya. Filsafat itu induk dari segala ilmu. Filsafat itu bijaksana. Filsafat itu bla bla bla bla………. Itulah yang sering dijelaskan oleh dosen dan teman saya yang menyukai filsafat. Tetapi penjelasan itu malah semakin mengaburkan bayangannya di mata saya. Berapa kali saya bertanya tentang hal-hal sederhana seperti; filsafat itu apa?, dan juga sudah diberi penjelasan sesederhana mungkin agar dapat dipahami. Tapi nyatanya tidak pernah bertambah pemahaman ini.
Memang membahas filsafat akan menguras tenaga dan pikiran. Dapat nilai minimal pun tidak menjatuhkan harga diri saya. Hanya berharap secepatnya bebas dari pikiran-pikiran tolol itu. Mau bagaimana lagi. Berkali-kali mencoba untuk mendekatinya dan berpura-pura tenggelam agar terlihat bijaksana, tetapi sepertinya malah semakin terlihat bodoh. Tidak benar-benar hafal tetapi tahu lah berkaitan dengan materi-materinya. Bahkan beberapa pemikirannya pun sudah tinggal di otak ini untuk waktu yang cukup lama. Dengan kata lain tidak kabur begitu saja setelah saya baca dan perhatikan. Namun itu semua tidak cukup untuk membawa pada pemahaman tentang filsafat yang sebenarnya. Semuanya tidak lain hanyalah untuk tuntutan akademi. Tetapi cukuplah untuk mengenal filsafat secara sekilas. Karena sebelumnya tidak pernah sekalipun mendengar tentang filsafat bahkan katanya filsafat itu menyesatkan dan tidak baik untuk iman.
Yang lebih lucu adalah saya tidak benar-benar menyerah dengannya. Meskipun selalu gagal dalam mendekatinya dan sudah ‘bodo amat’ dengannya, namun hasrat untuk memahaminya terus muncul pada diri saya. Untuk apa saya begini. Perlukah saya begini. Sudahlah abaiakan saja. Begitu terus secara berulang-ulang. Dan akhirnya………. Saya berhasil mendekatinya, sekarang, saat ini. Ya benar. Sudah ada titik terang dari perseteruan saya dengannya selama ini. Lebih tepatnya mulai ada pencerahan. Sebagai seorang pemula yang masih minim pengetahuan pastilah sangat berhati-hati. Tapi perasaan lega tidak dapat disembunyikan setelah sekian lama hal itu berputar-putar tanpa kepastian. Meresahkan sekali.
Filsafat memanglah tentang berpikir, berpikir secara mendalam. Untuk memahami pemikiran filsafat perlu menyederhanakan segala permasalahan yang rumit. Seperti yang dilakukan para filosof yang memulai dengan hal-hal yang sederhana. Dimulai dengan pertanyaan sederhana yang dilemparkan. Dari pertanyaan dan rasa ingin tahu yang sederhana itu melahirkan sebuah jawaban yang nilainya sangat besar bagi perkembangan proses berpikir banyak orang. Dari semacam khayalan sederhana tentang alam semesta dan segala hal yang melekat padanya menjadi hal yang besar dalam sebuah peradaban manusia. Jadi begitulah cara berpikir filsafat yang saya pahami sejauh ini. Jika boleh diibaratkan seperti anak kecil yang selalu ingin tahu dengan hal-hal sederhana di sekelilingnya. Karena bagi mereka semuanya merupakan hal baru yang membuatnya terheran-heran.
Namun setelah menjadi dewasa perlahan rasa kagum dan keingin-tahuan itu memudar. Kebanyakan orang dewasa menganggap hal yang ada di sekitarnya sebagai sesuatu yang sudah biasa. Bukan tanpa alasan. Seiring berjalannya waktu manusia telah menemukan dan merekam setiap peristiwa dan kejadian. Dan kebanyakan peristiwa atau hal-hal yang dijumpainya merupakan sesuatu yang sudah dikenal sebelumnya. Begitupun ada seseuatu yang baru tetap saja tidak begitu mengherankan seperti ketika masih kanak-kanak. Pola pikir dan keyakinan seperti ini sangat berkebalikan dengan para filosof. Bagi mereka sesederhana apapun itu pasti ada hal menarik untuk diungkap. Mereka tidak pernah dapat terbiasa dengan apapun di sekitarnya. Dan keadaan seperti ini sesungguhnya telah melekat pada setiap manusia sejak dilahirkan.
Bahkan kebiasaan untuk berpikir dan menggali sesuatu juga dimiliki oleh semua orang. Manusia cenderung untuk memenuhi apapun untuk kepuasannya. Dalam hal ini termasuk kepuasan dalam berpikir dan menelaah. Kita (manusia) juga sudah sering melakukannya dalam keseharian. Meragukan apapun yang didapatkan dan ditemui. Maka sebagai balasannya setiap orang pasti akan berusaha mencari tahu dengan mengumpulkan bukti-bukti yang valid sebelum mengambil kesimpulan. Apapun. Dalam hal sesederhana mungkin. Contohnya saat mendengar ada varian baru dari sebuah makanan pastilah akan memunculkan rasa penasaran yang akhirnya akan ada berbagai cara untuk mendapatkan makanan tersebut sebelum berkesimpulan tentang rasa dan lain sebagainya.
Jauh sebelum memahami apa itu filsafat dan seluk beluknya, di blog ini pun pernah saya menuliskan sesuatu sebagai deskripsinya. Don’t believe in what you see, hear or read. Discover……… Apakah itu? Mungkin spontan saja dan tidak ada maksud apapun kecuali memang merasa senang jika setiap individu memiliki pendirian dan tidak mudah terbawa angin. Setelah saya dapat memahami arah berpikir filsafat barulah menyadari bahwa sebaris deskripsi yang pernah menghiasi blog ini pun merupakan kebiasaan para pemikir filsafat. Ya. Untuk selalu meragukan apapun dan akhirnya berkeinginan untuk mencari kebenarannya. Siapapun pasti punya naluri seperti ini. Maka tidak berlebihan jika disebutkan bahwa disadari atau tidak kebiasaan berfilsafat memang ada di sekitar kita serta sudah melekat pada setiap manusia. Hanya saja pemikiran itu dilakukan secara mendalam sampai tuntas atau berhenti di tengah jalan yang disebabkan oleh ketidakteguhannya ataupun godaan dari nafsu.
Satu hal yang pasti telah saya sadari bahwa sekeras apapun saya mencoba memahami filsafat sudah pasti akan selalu gagal karena cara berpikirnya pun sudah keliru. Dari yang menganggap bahwa filsafat merupakan sesuatuyang amat sangat jauh dari keseharian, hal yang asing yang bahkan selalu berusaha diasingkan oleh banyak hal, sesuatu yang rumit yang harus saya uraikan menjadi bagian-bagian yang sederhana agar dapat dipahami hingga menganggap filsafat sebagai suatu hal yang sulit dijangkau. Tidak salah memang jika menganggapnya seperti itu karena memang pemikiran-pemikirannya pun kebanyakan tentang sesuatu yang sulit dijangkau oleh akal. Namun yang saya maksudkan di sini adalah cara berpikirnya bukan pada pemikiran-pemikirannya. Cara berpikir yang dimulai dari hal-hal yang sedehana, bukan yang rumit. Slogannya hanya berpikir. Berpikir secara mendalam. Bukan bukan. Berpikir dan ingin tahu. Dan saya berhasil mendekatinya dengan cara seperti ini.
Komentar
Posting Komentar