Introver? Anti sosial? Tunggu dulu……..
Sebenarnya sudah cukup lama
mengenal istilah introver. Pun juga sudah pernah memahami karakternya melalui
sebuah drama meskipun cara menjelaskan tentang pribadi ini mungkin saja
berlebihan dan pada akhirnya menimbulkan pemahaman yang salah tentangnya.
Didukung dengan berbagai petikan tentang si introver yang sering menghiasai
feed media sosial, perlahan telah mendorong saya untuk membuat pengakuan
sebagai bagian dari kelompok ini. Sudah lama juga memiliki keinginan untuk
mencari penjelasan tentang karakter ini melalui sumber yang lebih relevan.
Namun urung tercapai karena merasa belum menemukan sumber yang benar-benar
relevan untuk dibaca dan juga keterbatasan sumber itu sendiri. Alih-alih
mendapatkan pemahaman yang benar tentang karakter ini, justru sebaliknya akan
terintimidasi oleh penjelasan-penjelasan yang dibuat.
Introver sering dipahami sebagai karakter yang anti sosial dan akan kesulitan untuk berada pada kondisi sosial yang beragam. Namun pemahaman ini ternyata masih sangat dangkal jika dibandingkan dengan penjelasan Sylvia Loehken dalam Quite Impact nya (How to be a successful introvert). Secara tidak sengaja buku ini direkomendasikan oleh seorang follower following saya. Entahlah. Mungkin sudah menjadi kebiasaan jika dari kesan pertama oke maka yakin itu memang tepat bagi saya. Selain itu saya menyukai susunan sub bab yang diawali dengan melemparkan pertanyaan, mirip dengan cara berpikir para filosof. Hal lain yang terjadi setelah membaca buku ini adalah secara tidak sengaja banyak menemukan sumber tentang introver-ekstrover-ambiver berupa buku, karya ilmiah, jurnal dan lainnya yang pada awalnya jarang saya jumpai.
Sumber yang salah akan menarik kepada pemahaman yang salah kemudian akan mengantarkan kepada cara pandang yang salah pula. Penting untuk memahami sesuatu secara utuh mulai dari sebab, akibat hingga penawaran solusinya. Sedikit terlambat tidak masalah daripada selamanya terhimpit oleh dakwaan yang keliru. Sama hal nya dengan memahami bagaimana bentuk pribadi introver yang sesungguhnya. Jika hanya berbekal petikan-petikan yang dikutip dan dibagikan tanpa disertai pemahaman yang utuh, maka akan sampai kepada negative conclusion. Bahwasanya pribadi introver sesungguhnya merupakan suatu bentuk kepribadian yang sungguh istimewa bagi mereka yang dapat memahami dengan benar. Tidak benar jika pribadi ini hanya dipandang sebagai pribadi minoritas yang tidak menguntungkan bagi orang-orang didekatnya. Saya pun merasa sangat menyesal untuk pemahaman yang seperti ini.
Tertutup? Pendiam? Lebih suka memendam? Lebih menyukai diri sendiri? Jangan dulu menyimpulkan bahwa introver sebagai anti sosial. Pahami dulu kenapa mereka lebih banyak diam dan suka menjaga jarak. Mengapa, bagaimana dan untuk apa. Jika pribadi introver dipandang sebelah mata maka yang terjadi adalah mereka merasa tidak diterima dan akan membuat penilaian buruk terhadap dirinya sendiri. Mereka merasa telah gagal sebagai manusia padahal mereka tidak benar-benar membuat kesalahan yang fatal. Bahwa yang sebenarnya terjadi adalah mereka hanya berbeda. Mereka memiliki sisi yang sepenuhnya berbeda. Maka cara memahami dan memperlakukan pun juga berbeda. Namun berbeda di sini jangan sampai dijadikan alasan untuk membedakan mereka.
Introver tidak membenci hubungan sosial, keramaian atau tempat umum. Sebagai makhluk sosial mereka juga perlu berhubungan dengan banyak aktivitas sosial. Mereka senang berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain. Mereka juga senang berada di tengah kelompok. Namun mereka hanya membutuhkan tenaga lebih dari yang lain untuk menghadapi semua itu. Hal ini dikarenakan pada pengaturan sistem saraf pusat mereka memiliki pengaturan yang berbeda dengan para ekstrover. Tidak hanya sebagai asumsi psikologis namun juga fakta biologis. Karena alasan itulah mereka perlu sering mengisi ulang energi yang cepat terkuras itu dengan kemampuan terbaik yang dimiliknya, yaitu diam dan beristirahat sejenak. Sesekali mereka perlu jeda dan pengalihan. Jika mereka terlalu dipaksa untuk selalu bertindak agresif maka yang terjadi adalah tekanan yang sangat luar biasa yang dapat mempengaruhi tidak hanya kondisi mental tetapi juga kekuatan fisiknya.
Pribadi introver adalah seorang pemikir ulung dan penuh kewaspadaan. Mereka yang introver lebih banyak mengolah dan melakukan kegiatan di dalam pikirannya. Karenanya mereka sering dalam posisi diam dan terlihat seperti pendiam. Namun yang sebenarnya terjadi adalah mereka dalam kondisi penuh dengan konsentrasi. Jangan disamakan dengan para ekstrover yang memang memerlukan banyak rangsangan dari luar diri mereka untuk dapat terus mendapatkan energi. Maka pribadi ekstrover sering dan senang melibatkan diri mereka dengan berbagai kegiatan di luar diri mereka untuk mendapatkan rangsangan. Secara garis besar pribadi introver adalah sosok yang lebih mampu dan menyukai sedikit hal tetapi mendalam. Sedangkan ekstrover lebih mampu dan menyukai banyak hal secara ringkas.
Jika para introver dikatakan sebagai orang yang lamban, itu juga karena mereka bertindak dengan sangat hati-hati. Mereka tidak akan mengatakan atau melakukan tindakan apapun sebelum proses analisanya selesai dan memberikan gambaran yang jelas tentang bahaya dan keberuntungannya. Dari sini mereka juga disebut menyukai perencanaan yang matang dan tidak terburu-buru. Karena itulah mereka tidak dapat memutuskan suatu permasalahan dengan cepat apalagi spontan seperti yang dilakukan para ekstrover. Mereka akan mengamati dahulu lalu mengolah kemudian mendapatkan analisis yang tepat untuk selanjutnya bertindak sesuai prosedur yang telah dibuatnya. Lalu apakah para introver selamanya tidak dapat mengambil tindakan dengan cepat? Bagaimana jika mereka dihadapkan pada situasi yang perlu pemecahan dengan segera? Jawabannya mereka bisa.
Memang introver dan ekstrover adalah bentuk kepribadian yang dipengaruhi kondisi sistem saraf pusat. Tetapi mereka dapat tumbuh dan berkembang. Sylvia menyebut ini dengan kondisi flexibilitas atau keluwesan. Kondisi ini tentunya dapat terjadi karena faktor yang mempengaruhinya: situasi, budaya, waktu. Sebagai contoh jika ada suatu permasalahan yang memiliki kesamaan dalam beberapa hal, maka orang akan cenderung dapat dengan cepat mengatasi karena telah mendapatkan gambaran pemecahannya. Atau ketika seseorang ada pada posisi terjepit maka secara naluri akan terbentuk suatu pertahanan diri dan mendorong untuk mengambil langkah yang cepat meskipun metode yang digunakan cukup berbahaya.
Dengan berbagai pengaruh ini pribadi introver maupun ekstrover juga bisa berkembang saling berdekatan. Maka terkadang sulit membedakan antara kedua pribadi ini karena hampir tidak ada jarak. Sylvia menyebutnya dengan dua kutub pada sebuah kontinum. Seperti pada sebuah garis lurus yang dibagi menjadi dua bagian. Sisi yang satu adalah introver dan sisi lainnya ekstrover yang arah panahnya dapat menuju ke titik salah satu ujung maupun ke tengah bagian. Semakin bergeser ke tengah maka semakin kecil jarak antara keduanya dan semakin membaur sehingga memungkinkan adanya flexibilitas. Namun semakin bergeser ke salah satu ujung maka akan lebih jelas dan kuat penekanan pada salah satu kepribadian.
Baik introver maupun ekstrover memiliki kekuatan dan hambatannya sendiri. Perlu untuk mengenali dengan baik penjelasan antara kepribadian ini, apalagi mereka yang merasa sebagai introver. Usut punya usut kepribadian ini dianggap kurang memuaskan bagi sebagian besar orang. Berbeda dengan ekstrover yang katanya mudah bersosial dan banyak pengikutnya. Jika sudah dapat memahami dengan benar kita akan dapat menempatkan dan memperlakukan kekuatan dan hambatan itu dengan tepat agar semuanya dapat digunakan untuk mencapai tujuan secara maksimal. Tidak ada lagi stigma negatif tentang para pendiam atau agresif. Tidak ada yang berusaha memisahkan diri dari kelompok. Namun semuanya saling menjaga batasannya serta menciptakan situasi senyaman mungkin. Semuanya memiliki andil besar dalam menggerakkan kehidupan sosial. Pahami dengan benar lalu kita akan mencapai suatu keseimbangan.
Komentar
Posting Komentar