Jaket Merah
Hey kau yang berjaket merah. Merahmu berhasil menghangatkanku.
Merahmu mengalihkan pandangku. Kenapa berbalik. Aku sudah menunggumu seharian..
Langkahku pendek. Bisakah aku mengejarmu tanpa mencuri perhatianmu.
Kau yang berjaket merah. Jangan melihat ke arahku karena aku akan
sangat malu untuk bertemu pandang denganmu. Tampak dari jauh kucuri-curi
pandang. Dada ini menggema selayaknya bunyi drum yang dipukul.
Kucuri pandang dari balik celah pintu itu. Memandangi merahmu yang
merona. Memandangi senyum mu yang hangat. Tanpa sekalipun melepas pandangan
ini, juga tanpa sedikitpun doa ini berhenti terpanjat.
Bisikan suara kecil terlintas di telinga. Dimohon untuk melafalkan
doa agar segala ujian berjalan lancar. Tapi doaku tetaplah untuk dia yang
berjaket merah. Semoga dia selalu dalam lindunganNya. Agar dia selalu sehat dan
beruntung.
Hey kau yang berjaket merah. Masihkah kau berdiri disitu. Bagaimana
kau tahu jika aku mengharap untuk itu. Mungkinkah? Benarkah?...... hey hey hey
hey…….. Bangunlah sobat. Apa yang kau harapkan. Itu berlebihan. Mungkin dia
sedang menunggu untuk yang lain.
Hey… kenapa kau menutup pintunya wahai kawanku. Beraninya kau
memutus pandangku. Ah….. mungkinkah harapku berlebih. Aku sudah tak bisa membaca
tulisan yang ada di sekelilingku. Aku ingin berlari mengejarnya
Tapi pintu segera terbuka lagi. Dan……… tak nampak warna merah yang
aku harapkan. Kemana dia. Dimana dia. Aku memutar mata. Dan ternyata benar jika
dia hanya menunggu untuk yang lain. Ohh…… sedihnya aku.
Hasrat berlariku semakin memuncak. Untuk apa tulisan yang aku
pegang ini. Bahkan aku tak ada maksud untuk menyentuhnya. Tapi jika aku lari,
dia mungkin tak akan mau lagi melihatku. Oh…. Bagaimana ini...
Aku sudah jatuh hati dengannya lagi. Lagi dan lagi setiap hari.
Rasa yang mungkin mustahil dapat dirasakan oleh mereka. Tapi aku merasakanya.
Bagaimana aku menjelaskannya. Ya seperti saat pertama kali aku melihatmu. Dan
kau yang berjaket merah. Tunggulah aku.
Komentar
Posting Komentar