Sang Idola

Ngainun Naim sedang memberi penjelasan seputar menulis kepada teman-teman Komunitas Literasi 300518


Idola adalah pujaan, kesayangan. Seorang idola adalah seseorang yang dipuja dan disayangi. Saking sayangnya terhadap sang idola hingga dijadikan panutan atau role model dalam hal tertentu. Pada umumnya seseorang akan memiliki beberapa idola dalam banyak hal. Idola itu akan berbeda-beda di setiap bidang bergantung pada apa yang ditekuni dan disukainya. Ada juga idola itu bersifat musiman yang cepat datang dan pergi.

Ngainun Naim adalah nama yang biasa dan memang biasa. Bukan nama yang unik atau nama dengan bahasa yang sulit diucapkan lidah jawa. Memang nama ini berasal dari bahasa Arab, namun nyatanya tidak sulit diucapkan bagi mayoritas masyarakat Indonesia yang beragama Islam. Apalagi nama ini ditulis dengan rasa jawa yang khas sehingga menjadi lebih biasa. Tetapi setelah saya bertemu dengan pemilik namanya, sejak saat itulah nama ini menjadi nama yang membuat salah tingkah.

Pertemuan pertama kami terjadi saat saya baru menginjak dunia perkuliahan. Dunia yang masih baru namun tidak benar-benar baru. Saya sebagai mahasiswa baru yang masih bau-bau nan, sedangkan beliau sebagai dosen pengampu mata kuliah MSI. Dahulu saya langsung menyimpulkan bahwa beliau adalah seorang profesor muda dan kesimpulan ini tidak boleh dibantah, itu kata saya. Karena semua yang ada pada beliau ini memang sudah klop sekali jika saya menyebutnya profesor seperti yang sering saya lihat di film-film.

Saya belum pernah bertemu beliau untuk mendengarkan kuliahnya, seminar atau kesempatan yang lain sejak saat itu. Bagi saya tidak butuh banyak alasan untuk mengidolakan seseorang. Hanya pertemuan pertama itu sangat berkesan dan membekas. Terutama saat beliau menghadapi kami yang masih bau-bau di dunia perkuliahan. Sebelum saya bertemu dan mengenal banyak tokoh, cerita, tulisan dan idola-idola yang lain, beliau lah yang pertama menghiasai kenangan dan secara tidak langsung mengantarkan saya untuk bangun, melihat sekeliling dan menemukan cerita-cerita baru.

Pengidolaan ini terus berlanjut sampai saya mulai tertarik pada bidang tulis-menulis. Saat itu saya bertanya pada salah seorang teman tentang tulisan yang bagus itu seperti apa. Dia tidak menjelaskan dengan rinci, hanya mengatakan “intinya teruslah menulis”, seraya menyarankan untuk membuka fb Ngainun Naim. Karena saya tidak bermain fb dengan beberapa alasan, saya mencoba mencari tahu akun yang lain. Dan alangkah beruntungnya ternyata beliau selalu membagikan tulisan itu di twitter. Saya pun mulai mengikuti dan membaca tulisan-tulisan itu.

Awalnya saya berpikir tulisan yang di post di fb itu semacam status-status biasa seperti kebanyakan orang. Namun ternyata tidak. Tulisan yang ringan, menginspirasi, tidak membuat mata lelah, namun membuat ingin terus membaca tulisan-tulisan yang lain. Dari sini saya mulai mencoba menuis meskipun masih awut-awutan. Saya juga menyempatkan untuk membaca buku-buku beliau. Namun karena saya tipe yang sudah lelah dulu ketika melihat tumpukan kertas yang tebal, jadi biasanya hanya pada bab-bab tertentu yang berhasil saya baca. #Pangapunten pak Naim

Menginjak semester akhir saya menyadari jika beliau memang belum menjadi profesor. Hingga sekarang  ini saat saya berlanjut studi di pascasarjana, kesempatan untuk berjumpa dengan beliau lagi masih belum menghampiri saya. Ketika kelas sebelah mendapatkan kesempatan untuk kuliah bersama beliau, saya hanya dapat bertemu pandang. Namun idola tetaplah idola. Idola yang juga role model yang sangat saya hormati. Selalu tersenyum tanpa alasan ketika mendengar namanya. Dan cerita ini akan berlanjut bersama dengan waktu yang terus berjalan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

JTL-My Lecon lyric and translate

TAMAT

Untuk Saling Mengingatkan Tanggung Jawab