The power of Hidayah
Awal
bulan ini terdapat kabar duka yang datang dari dunia olahraga. Muhammad Ali
sang legenda tinju kelas berat tutup usia pada usia 74 tahun. Beritanya pun
dengan sangat cepat menyebar melalui situs sosial. Akhirnya tidak hanya
keluarga yang berduka, tetapi semua yang mencintai dan mendukungnya pun
berduka. Saya tidak (belum) hidup pada zamannya. Siapa gerangan orang
ini? Apa yang telah dilakukannya? Pahlawan? Usaha pertama bertanya kepada ayah
yang mungkin telah hidup pada zamannya. Ternyata beliau pun mengamini
jika Muhammad Ali seorang legenda tinju jauh sebelum Mike Tyson. Dia juga
seorang muslim.
Seorang muslim? Awal tertarik
dengan orang ini juga karena namanya. Siapa orang Amerika berkulit hitam yang
berani menggunakan nama muslim? Benarkah dia muslim? Solusi terakhir adalah searching
dan menemukan titik terang. Benar dia seorang legenda tinju kelas berat dan
seorang muallaf. Dan muncul rasa penasaran lagi. Bagaimana gerangan orang ini
dapat menjadi muallaf di bumi Amerika? Dalam rasa ingin tahu ini saya menemukan
biografi hidupnya beserta kutipan kalimat bijak. Saya mengakui dia seorang yang
besar, istimewa dan mengagumkan. Sebagai saudara muslim saya sangat senang
memiliki dia di jaln yang sama tetapi akhirnya duka itu menyelimuti saya juga.
Ikut merasa kehilangan dia ‘yang berharga dan istimewa’.
Muhammad Ali dan beberapa muallaf
lainnya akhirnya dapat dengan mantap memilih Islam sebagai jalan hidupnya tidak
akan terjadi begitu saja. Semua atas kehendak Tuhan. Tuhan memberikan hidayah
agar manusia tidak tersesat dalam kegelapan. Kita yang belum memperoleh hidayah
maka kita masih termasuk orang yang tersesat kesana-kemari tanpa ada cahaya
petunjuk untuk melangkah. Hidayah Tuhan itu datang bersama kehendak-Nya. Jika
Tuhan sudah menghendaki maka tidak akan ada yang tidak mungkin. Jangankan
membalikkan halauan manusia, membalikkan bumi bahkan menghancurkannya pun akan
terjadi dengan sangat mudah.
Bersama dengan datangnya bulan
ramadhan yang penuh berkah dan juga kabar duka itu, saya tertegun beberapa saat. Bagaimana saya harus menikmati
keberkahan ini yang saya rasa hampir sama stiap tahun. Muhammad Ali dapat
menikmati setiap potongan hidupnya bahkan saat menjadi muallaf pun diakui
adalah prestasi terbesar dalam hidupnya. Kita yang dilahirkan dan dibesarkan di
lingkungan muslim masih bertanya bagaimana menikmatinya. Pertanyaan yang sangat
konyol. Memang tidak semuanya welcome dengan gembira datangnya ramadhan
ini. Bahkan bagi sebagian mereka merasa bahwa ini adalah saat paling
menyakitkan dalam satu tahun. Karena mereka yang tidak dapat berkumpul dengan
keluarga maupun orang terkasih akan sangat terasa dalam bulan ini sehingga
kekosongan pun juga semakin kuat dirasakan.
Terlepas dari itu, ramadhan
tetaplah bulan suci yang penuh dengan berkah. Kita harus tetap menjalankan
ibadah dan tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. Masa depan itu penuh dengan
misteri. Apakah sekarang atau nanti manusia akan memperoleh pencerahan yang
dikehendaki Tuhan juga tidak ada yang dapat meramalkannya. Maka dari itu saya
juga sedang berusaha menikmati ramadhan ini. Saya bersyukur karena ramadhan ini
sangat istimewa dengan berbagai hal yang telah terjadi termasuk mempertemukan
dengan seorang muallaf bernama Muhammad Ali. Saya banyak belajar banyak
darinya. Dan seperti pengakuannya bahwa masuk Islam merupakan prestasi terbesar
dalam hidupnya, saya pun akan belajar untuk memahami kalimat ini. Sedikit
memperoleh pencerahan dan saya perlahan dapat menikmati ramadhan yang indah
ini.
Komentar
Posting Komentar