Kacang Tanah



Awal bulan lalu ketika jadwal presentasi di kelas ada topik menarik yang saya diskusikan dengan teman yang duduk di samping saya. Awalnya saya jengkel dia duduk di situ. Tetapi kelamaan saya malah ‘asyik’ diskusi sendiri dengan dia. Saya menulis ini juga karena ada kalimat dia yang menarik. Topik itu adalah… bagaimana mengubah pola pikir orang-orang ke arah yang benar.

Sering saya menemukan orang-orang di sekitar berlaku salah dan semaunya. Dan itu sudah menjadi budaya di masyarakat. Sebagai contoh tidak mau antre, malah suka berebut dan membuang sampah sesukanya. Berulang kali saya memberi tahu orang-orang terdekat saya ataupun orang yang berlaku seperti itu di samping saya bahwa itu kurang baik. Sebenarnya mereka tahu kalau itu salah, dan mereka mengatakan bahwa ‘semuanya juga seperti itu’ dan ‘kalau tidak mau seperti itu kita yang akan tertinggal’. Jengkel banget. Salah ‘kok’ ya terus dipelihara. Lalu kapan akan ada perubahan?.

Perubahan paling tidak dimulai dari diri kita. Itu kata orang-orang bijak. Kita harus punya prinsip yang kuat, pikiran yang lurus dan menjadi model bagi orang-orang terdekat dan di sekitar kita. Lalu ada pertanyaan lagi, ‘kalau hanya saya yang berbenah, apakah perubahan itu akan terlihat?. Sedangkan orang-orang di sekitar bahkan tidak memperdulikan kita’. Bisa ‘sih’, tetapi akan membutuhkan waktu yang sangat lama bahkan bisa juga tambah parah kerusakannya.

Ibaratkan ada satu biji kacang hijau di tempatkan di ember yang berisi ribuan biji jagung. Kapan dia akan terlihat. Lalu teman saya memberikan jawaban yang sederhana. ‘maka itu jadilah kacang tanah (agar terlihat)’. Daam hati saya memikirkan sesuatu, ‘apakah harus ada kekuasaan?’. Dan ternyata persis dengan yang saya pikirkan. Dia (teman) mengatakan hal tentang kekuasaan.

Saya tersenyum kecut dan yang ada di pikiran ‘bicara kekuasaan lagi, fyuhh’. Saya paling tidak suka dengan topik ini. Bahkan bagi saya itu seperti hal yang sangat ‘mengerikan’ dan ‘tabu’ untuk dibicarakan setelah pada tulisan sebelumnya juga sempat sedikit menyinggungnya. Bukannya saya tidak pernah memikirkan hal ini, tetapi karena saya ‘alergi’ dengannya, maka saya putuskan untuk tidak memkirkannya. Tapi kemarin saya mencoba menerimanya dengan pikiran positif dan akhirnya hati saya bisa mengatakan ‘boleh juga’.

Ketika kita ingin mengubah pola pikir banyak orang, sekalipun kita sudah punya prinsip yang kuat, pikiran yang lurus dan menjadi model tetapi jika kita hanya sendiri tanpa property yang lain itu akan sulit. Bahkan siapa yang akan melihat ke arah kita. Maka itu kita harus membuat orang melihat ke arah kita dulu. Ketika kita mempunyai atau memegang kekuasaan/kedudukan kita akan mudah terlihat oleh orang lain. Bahkan setiap gerak-gerik kita akan menjadi sorotan.

Itu bukan satu-satunya solusi atas permasalahan saya. Tapi paling tidak ketika kita mempunyai posisi itu ada beberapa oang yang akan bergantung kepada kita di lingkaran tersebut. Saya bisa memanfaatkan kesempatan ini untuk mengajak mereka mengubah pola pikirnya ke arah yang lebih baik. Dan perubahan yang selama ini hanya nampak seperti bayangan yang jauh di atas langit seketika terasa lebih dekat. Apalagi kalau kita berada di tempat di mana sebuah peraturan di buat.

Tetapi tidak semuanya akan lancar dan mulus. Banyak bukti yang memperlihatkan mereka yang telah menempati posisi tersebut malah ‘dibuang’. Karena bagi mereka yang kurang setuju dengan prinsipnya akan mencari pengaruh yang lebih besar serta menghipnotis yang lain untuk membencinya. Kata mereka orang ini terlalu ‘naif’, apa coba. Dunia ‘ko’ semakin lama semakin mundur. Aigo

Komentar

Postingan populer dari blog ini

JTL-My Lecon lyric and translate

TAMAT

Untuk Saling Mengingatkan Tanggung Jawab