Mengasah Jati Diri

Yakini, Yang Diyakini Paling Benar

 

Gerbang Utama IAIN Tulungagung


Pic di atas dimabil saat saya keluar lebih awal dari venue pada saat kegiatan “Mengaji” di almamater pekan lalu. Alasan untuk keluar lebih awal salah satunya untuk bisa mengabadikan pic seperti itu. :-D

Tidak banyak yang saya dapatkan, namun sedikit dapat mengetuk dari cara berpikir yang sempit. Seperti temanya  yaitu ‘mengasah jati diri’ ini nampaknya sesuai dengan apa yang saya dapatkan. Karena kebanyakan dari kita suka sibuk untuk berkomentar atau mengeluarkan pendapat tentang orang lain, namun terkadang melupakan dirinya sendiri. ini karena seseorang tidak dapat melihat dirinya sendiri. Nah di sini fungsi kaca adalah untuk melihat yang tidak dapat dilihat.

Sedikit membaca tulisan presidennya ‘jancukers’ –yang juga merupakan salah satu narasumber kala itu- di twitternya. Ada satu yang saya pahami, sisanya saya bengong. Kebetulan yang sedang viral saat ini adalah tentang lapas tipikor yang seperti hotel. Beliau menuliskan,  “dosa terbesar para koruptor adalah membuat kita merasa suci”. Ketika ada tetangga yang ketahuan berbuat salah, saya sudah pasti merasa lega karena ternyata dia lebih buruk dari saya. Begitu ada pemberitahuan OTT, pasti langsung merasa lebih baik dari mereka. Dan rasa semacam ini sudah pasti ada, lalu akhirnya merasa bangga yang berlebihan. Kemudian apakah benar saya adalah yang paling benar dan paling suci?. No-no-no.

Menganggap orang lain salah dan kita yang paling benar sudah biasa terjadi. Lalu apakah benar seseorang tidak pernah salah. Dan sepertinya sudah sering para guru dan pengajar menekankan bahwa ketika para siswa menjawab soal uraian, tidak mungkin satu dan lainnya memiliki jawaban yang sama persis. Pasti akan ada improvisasi dan pendapat yang berbeda. Bergantung dari sudut pandang mana dan siapa itu dilihat. Semua akan menghasilkan beraneka macam jawaban.

Perbedaan itu wajib. Ini adalah kalimat dari salah  satu narasumber kedua, Gus Reza. Gus nya saja sudah ngendikan seperti itu , mau memakai dasar apalagi untuk menyangkalnya. Tuhan bukan tidak mampu untuk membuat semua sama, namun  Tuhan menghendaki perbedaan itu untuk menunjukkan kuasaNya dan memainkan semua 99 sifat yang dimilikiNya. Kalau yang ini ‘ngendikan’ dari ‘pak presiden’. Apalagi kita hidup di Indonesia yang kental sekali dengan perbedaan. Tidak hanya berbeda pendapat, daratannya pun juga berbeda.

Kita berindonesia-kita beragama. Sudah itu kuncinya jika ingin hidup di Indonesia. Atheis tidak diizinkan hidup di bumi Nusantara. Intinya semua harus beragama, apapun itu. Saya juga mendapatkan pengetahuan dari  tulisan beliau bapak Sumanto yang hadir di acara international conference beberapa waktu lalu. Beliau menuliskan di halaman facebook nya, bahwa makna salib bagi orang Kristen adalah hubungan manusia kepada Tuhan dan sesama. Jadi salib bukan hanya media yang digunakan untuk menyalib Isa al-Masih, namun lebih dari itu merupakan perwujudan hubungan manusia yang vertikal dan horizontal.

Satu  lagi tulisan beliau yang mengingatkan untuk tidak selalu menyalahkan orang lain, terutama dalam hal agama. Seperti jika orang Islam yang ‘mengolok’ penganut agama lain yang menjadikan patung sebagai sesembahan. Coba kita pergi ke Makkah dan thawaf di sana, ada apa dengan kita yang berebut untuk dapat menjangkau batu hitam yang berada di samping Ka’bah, dan bahkan ada yang sampai menangis. Lalu saya berpikir jika diperbolehkan, atau mungkin suatu saat nanti viral kalung berliontin Ka’bah atau sebagainya, mungkin saya juga akan menciuminya.

Tentang patung yang dipuja hingga disembah ini mengingatkan pada salah satu dosen yang saat itu memberi kuliah tentang sejarah Islam, yaitu ibu Siti Noer Farida. Beliau mengatakan bahwa orang-orang yang menyembah petung dahulu juga memiliki Tuhan yang sama. Tuhan yang tidak dapat dijangkau, Tuhan yang tidak dapat dilihat namun dapat dirasakan. Tetapi karena mereka sulit mengikat di hati mereka jika tanpa wujud. Akhirnya mereka membuat patung agar mereka memiliki kiblat, memiliki arah. Namun Tuhan mereka bukanlah patung itu, melainkan tetaplah dzat yang dilekatkan terhadap patung itu.

Ketuhanan Yang Maha Esa. Esa berarti tunggal.  Apakah hanya Islam yang memiliki satu Tuhan dan mereka yang bukan Islam memiliki banyak Tuhan. Mereka yang merumuskan dasar negara pertama ini bukanlah orang yang sempit pengetahuan. Mereka memahami kondisi alam dan masyarakat Indonesia. Masih belum percaya?. ‘Pak Presiden’ yang juga seorang budayawan pada malam itu juga menjelaskan bahwa dalam paham agama Hindu, tiga dewa tertinggi yang disebut paham ‘trinitas’ itu bukanlah Tuhan mereka. Melainkan hanya merupakan simbol. Tuhan mereka adalah dzat yang tunggal yang Maha luas dan tidak dapat dijangkau oleh manusia.

Berbeda  tidak hanya dengan yang memiliki keyakinan berbeda, namun dengan yang seiman saja masih banyak dijumpai perdebatan. Indonesia yang katanya masyarakat dengan toleransi yang tinggi namun ternyata masih belum sepenuhnya dapat menerima perbedaan ini. Ya bagaimanapun perbedaan akan tetap ada hingga dunia mencapai titik akhir. Satu yang pasti tidak dibenarkan adalah kekerasan dan merugikan orang lain serta alam sekitar. Setiap dari mereka pasti memiliki tujuan dan cara pandang yang berbeda. Jadi tidak usah lagi merasa paling suci, paling baik, paling besar, paling benar. Ikuti saja yang diyakini paling benar tanpa menyalahkan yang lain.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

JTL-My Lecon lyric and translate

Sisi lain Daehan Minguk Manse

Perempuan adalah Makhluk yang dimuliakan ALLAH